Dengan perawakan tinggi dan gemuk serta sorot mata tajam yang menunjukkan pandangan yang luas itulah sosok Sang Maha Guru Besar Pendiri Pencak Silat BADAI ( Beladiri Anak Indonesia ). Dilahirkan 89 tahun silam, tepatnya pada tanggal 30 Januari 1930 disuatu desa ditepian hutan daerah Asem Bagus Situbondo, Jawa Timur.
Beliau adalah putra ketiga dari lima orang bersaudara. Ayahnya bernama Noto Wardoyo yang bekerja sebagai Mantri Kesehatan Pabrik Gula Asembagus Situbondo pada zaman Belanda. Ayahnya pada suatu hari berpesan kepada salah seorang putranya yang bernama R. Setyotjipto agar beliau mau melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi sesuai dengan profesi beliau dibidang medis: Sebagai anak yang taat kepada Orangtua, maka setelah lulus dari sekolah yang ada pada saat itu beliau berangkat ke Surabaya untuk melanjutkan studinya kesekolah kesehatan (sekarang sekolah perawat) yang bernama NOGAKO/SPMA. Ketika dia berada di tingkat 2 (dua) terpaksa meninggalkan bangku sekolahnya, karena pada saat itu sedang gencar-gencarnya perang gerilya melawan penjajah Belanda Dia sendiri beserta beberapa orang rekannya bergabung dengan pasukan invantri di Situbondo.
Perjuangan pun dimulai dan perjuangan itu tidak hanya dilakukan didaerahnya sendiri, melainkan diseluruh kawasan daerah Jawa Timur bagian timur dan tengah. Terdorong oleh semangat kebangsaan yang tinggi serta rasa disiplin yang tinggi sebagai seorang prajurit dia rela berkorban jiwa dan raganya demi kebebasan negeri tercinta Indonesia ini dari cengkeraman kaum penjajah Belanda yang begitu lama bercokol dibumi persada tercinta. Tiada lain semboyan yang ada padanya kecuali Merdeka atau Mati. Seluruh tenaga dan fikirannya dicurahkan demi Kemerdekaan negara dan bangsanya. Pada suatu hari ada instruksi secara mendadak dari atasnnya yang menyatakan bahwa pasukan invantri yang dipimpinnya harus bergerak ke arah barat hingga daerah sebelah timur kota Malang.
Beliau ditugaskan untuk merampas senjata di salah satu markas Belanda. Hal ini harus di lakukan karena pada saat itu pasukannya memiliki senjata yang kurang memadahi jika dibandingkan dengan Jumlah anggota pasukannya yang sangat jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan yang dimiliki oleh pasukan Belanda pada saat itu. Dia jaiankan perintah itu dengan penuh tasa tanggungjawab dan beresiko.
Dengan taktik dan strategi yang telah dibuat maka beliau berhasil menggaet beberapa pucuk senjata dengan beberapa buah kotak peluru tanpa adanya pertumpahan darah atas dua serdadu belanda yang pada saat itu bertugas sebagai penjaga pintu gerbang markas Belanda, beliau dan adik kandungnya pun ikut bergabung kedalam pasukan dan beristirahat, setelah berhasil melaksanakan tugasnya, disuatu tempat persembunyian yang tak jauh letaknya dari markas Belanda. Hal ini dilakukan semata-mata untuk mengelabuhi serdadu Belanda agar terjadi keributan sehingga markas Belanda itu ditinggalkan beberapa orang anggota pasukannya untuk melacak dan menangkap para gerilya Indonesia yang telah berhasil mombobol markasnya.
Dengan perlengkapan senjata hasil curian itu mereka berdua pada suatu malam berbincang-bincang tentang bagaimana mengatur strategi untuk memperoleh senjata yang lebih banyak lagi sehingga nantinya akan bisa dipakai untuk melengkapi pasukannya dengan cara yang cepat dan tepat. Tempat tempat vital vang pada saat itu dikuasai oleh kolonial belanda secepatnya bisa diambil alih oleh para grilya indonesia. Begitulah apa yang terkandung didalam benak kedua bersaudara itu.
Hari pun berganti. Dan pada suatu ketika dimana situasi sedikit mereda, mereka berdua bergerak menuju kearah timur untuk bergabung lagi dengan induk pasukannya. Disaat itu mereka berdua bertemulah dengan seorang supir pabrik gula Asembagus Situbondo. Orang itu adalah supir ayahnya yang bernama Pak Gunung yang memiliki suatu keahlian ilmu pencak silat hasil warisan kakeknya. Beliau bercerita tentang keahliannya dan diperlihatkan keahlian itu kepada dua orang bersaudara itu. Lalu mereka tertarik untuk berguru kepadanya. Pada tahap pertama, mereka hanya diberi pelajaran silat satu jurus. Tentunya sebagaimana orang yang memiliki barang yang baru sangat menyenanginya.
Begitu pula akan halnya dua orang pemuda bersaudara tadi. Mereka selalu mempelajari dengan tekun dan selalu memperhatikan apa yang menjadi pesan gurunya„ Setelah beberapa saat, mereka datang lagi untuk kedua kalinya. Ternyata setelah merekaa dites oleh gurunya, mereka telah memiliki bakat dalam bidang ilmu silat, Dan serta merta ditambahlah jurus yang kedua kepadanya. Setelah memperoleh dua buah jurus mereka lebih antusias dalam mempelajari jurus-jurus itu. Keahlian dalam mempelajari ilmu silat itu semakin lama semakin mantap dan datanglah kedua orang bersaudara itu untuk sowan kepada guru yang sangat dihormati untuk tahap yang ketiga. Nampaknya pada tahap ini tuhan tidak mengijinkan lagi sang guru untuk memberikan ilmunya kepada dua orang itu, karena sang guru telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa untuk menghadap keharibaan dan meniggalkan kedua bersaudara itu.
Dengan perasaan duka yang dalam mereka berjalan dan berniat, untuk mengembangkan ilmu yang telah diperoleh dari almarhum. Mereka tidak pernah patah semangat. Mereka berkemauan keras. Mungkin hal ini dilandasi oleh rasa disiplin yang tinggi yang mereka peroleh ketika mereka menjadi seorang prajurit dan pejuang penuh cita-cita. Sehingga apa yang telah diperolehnya selalu dipelajari dengan tekun dan penuh semangat. Dan akhirnya apa yang dimiliki dikembangkan menjadi beberapa jurus. Perjuangan terus di lakukan. Mereka berdua kali ini berpisah untuk bergabung dengan kolompoknya sendiri-sendiri. Tiba-tiba ada berita yang mengejutkan. Adik kandungnya yang bernama Setyoprapto telah diculik oleh pasukan Belanda.
Mendengar berita itu, kakak kandungnya yang bernama Setyotjipto naik pitam dan dia langsung memberitahukan kepada anggota kelompoknya untuk menuntut pengembalian adiknya Itu. Rupanya jejak yang akan dilakukan ini telah tercium oleh mata-mata Belanda. Salah seorang serdadu belanda melaporkan kepada komandannya yang pada saat itu berpangkat Kapten. Seketika Kapten belanda itu menulis sepucuk surat kepada kakak kandungnya, R. Setyotjipto, yang isinya mengatakan bahwa dia terpaksa mengambil adiknya karena dia tertarik olehnya. Tidak untuk dibunuh, tetapi untuk dirawat karena dia sangat senang kepadanya.
Didalam surat itu dia berpesan bahwa adik kaudungnya akan dibawa ke Negeri Belanda dan akan disekolahkan disana. Maka legalah si kaka kandungnya tadi. Walaupun dalam hati kecilnya masih ada perasaan was-was kepada nasih adiknya itu. Dia akan disekolahkan pada jurusan teknik elektro apabila si Kapten tadi sudah pulang ke negeri kincir angin itu karena telah selesai melaksanakan tugas di Indonesia. R. Setyotjipto terus melanjutkan perjuangannya untuk mengusir penjajah Dalam situasi yang sedikit mereda setelah Negara Republik Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 datanglah surat yang pertama kali dari negeri kincir angin itu. Dia mengabarkan bahwa adiknya yang bernama Setyosuprapto pada saat itu telah masuk di salah satu perguruan tinggi jurusan teknik elektro.
Dan si kapten itupun berharap apabila berkenan, keluarga dari Setyoprapto yang ada di Indonesia mau menjenguk saudaranya yang ada di negeri Belanda dan mereka akan diterima dengan senang hati. Dan berbahagialah seluruh keluarga Bpk. Noto Wardoyo. sedangkan kakak kandungnya yang masih tetap di Indonesia melanjutkan perjuangan untuk mengarungi bahtera kehidupan tanpa meninggalkan pesan maupun ajaran-ajaran dari gurunya.
Pertama kali dia berkelana sampai disuatu desa di Blitar selatan, yaitu daerah Lodoyo. Ditempat ini dia mengembangkan ilmu silatnya dan mempunyai murid sebanyak 30 orang. Dia berada di daerah ini selama lima tahun. Aliran pencak silat yang dibinannya diberi nama ISIM singkatan dari Ikatan Pencak Silat Modern. Oleh karena kehidupan di sana terasa cukup sulit untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, maka dia memutuskan hijrah ke arah timur di daerah malang selatan, tepatnya di dusun suko, sumberpucung, di sebelah utara tepian kali Brantas. Di dusun ini, dengan kehidupan yang sederhana, dia terus membina dan mengembangkan pencak silat yang telah dia miliki.
Dan ternyata semakin berkembang. Murid yang belajar silat padanya sebanyak 74 orang. Lamanya tinggal di dusun ini antara tahun 1957 sampai tahun 1964. Oleh karena dia merasa memiliki ilmu silat yang relatif sedikit, R. Setyotjipto putuskan untuk berguru lagi. Dan berangkatlah beliau ke tempat kelahirannya, di Asembagus Situbondo. Selain itu kepergiannya ke tempat kelahirannya juga di dasari atas panggilan kedua orang tuanya agar kedua orang tuanya bisa menyaksikan wajah anaknya yang telah lama tidak pernah bertemu. Sebagai anak yang taat dan patuh kepada kedua orang tua, maka berangkatlah beliau ke Asembagus. Dan kesempatan yang baik itu tidak pernah ia sia-siakan. Ibarat menyelam sambil minum air, ia berguru kepada seorang ulama yang cukup kharismatis di daerahnya, yakni R.Kiai As'ad Syamsul Arifin yang hingga kini masih sugeng dan mengasuh di pondok pesantren Sukorejo, Asembagus.
Disini beliau berguru kurang lebih selama 3 tahun. Sebagai seorang murid di pondok dan lagi pula ia adalah keturunan suku Madura, maka sifat fanatisme terhadap ulama begitu tinggi. Segala sesuatu yang diperintahkan kepadanya selalu dilaksanakannya. Pada waktu itu beliau ditugasi oleh gurunya untuk memimpin pasukan BANSER, karena pada saat itu timbul pergorakan yang dilancarkan kaum pemberontak komunis yang menamakan dirinya Gerakan Tiga Puluh September yang gagal merubah ideologi Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 menjadi negara komunis.
Di tengah-tengah kesibukannya itu, ia masih sempat mengajarkan ilmu silat kepada murid-murid di pondok maupun di luar pondok itu. Dan ternyata dia dapat membina sekitar 500 orang murid. Nama yang diapakai masih menggunakan nama lama yaitu ISIM. Setelah selesai melaksanakan tugas sebagai pemimpin BANSER dan memperoleh tambahan ilmu di pondok pesantren Sukorejo, Asembagus, Situbondo. ia pun kembali ke sumberpucung untuk meniti kehidupan yang lebih layak. Dicobalah pada saat itu untuk memulai berdagang jenis bebatuan yang diapakai sebagai bahan keramik, di kota Surabaya. Pekerjaan ini hanya dilakukan beberapa tahun.
Karena ia merasa berat untuk mencari lokasi jenis bebatuan yang diminta oleh perusahaan itu. Dan ia pun beralih profesi berdagang kapuk sebagai bahan kasur. Usaha ini masih kurang memadai hasilnya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Untuk kesekian kalinya beliau hijrah lagi. Kali ini ia putuskan untuk hijrah ke sumberpucung, karena istri beserta seluruh keluarganya memang di sumberpucung.
Usaha di tempat yang baru ini lain dengan usaha usaha sebelumnya. Dia mencoba membuka usaha haru, yaitu berjualan jamu ramuan jawa. Ternyata hasil dari penjualan jamu itu lebih bisa dirasakan ketimbang usaha-usaha yang lain. Dalam arti lebih memungkinkan untuk menghidupi keluarganya. Dari hasil usaha ini dia mampu menyekolahkan putra pistriaya sampai tingkat SLTA. Usaha ini pula nampaknya menjadi suatu usaha yang bisa dikerjakan dengan cara yang ringan.
Artinya dapat dikerjakan oleh anggota keluarganya. Dan sang ayah bisa menyisihkan waktu untuk mengembangkan silat di tempat tinggalnya. Belum puas juga nampaknya. Ia meneruskan lagi untuk berguru kepada Al-Mukarrom Kyai Alwi Malang yang wafat beberapa tahun sebelum wafatnya Bung Karno, Presiden pertama Republik Indonesia. Beliau berguru bersama-sama dengan rekannya, yaitu : Bpk. Materdjo dan Bpk. M.Rosyid dari Jambangan, Dampit. Di sini beliau belajar ilmu hakekat dan ma'rifat (Tasawuf).
Dan ternyata salah satu yang paling berhasil ialah Bpk. Setyotjipto, karena beliaulah yang diijinkan untuk menyebarkan ilmu-ilmu yang diperoleh dari almarhum Kyai Alwi sesuai dengan tingkatannya. Sedangkan untuk dua orang rekannya hanya diperkenankan menyebarkan, dan mengamalkan ilmu yang setingkat dibawah yakni hanya tingkat Torikot saja. Dengan usaha jualan jamu ramuan jawa inilah dia (sang guru) mereka-reka dalam fikirannya apa yang harus diperbuat dengan pencak silat di bawah asuhannya. la kumpulkan seluruh putra-putri kandungnya untuk menentukan nama perguruan pencak silat maupun jurus jurusnya, agar memiliki ciri khas budaya asIi nenek moyang bangsa Indonesia, Jawa.
Putra pertama dan kedua memohon kepada ayahnya agar nama nama jurus menggunakan nama jawa asli. Hal ini ternyata disetujui oleh sang ayah. Sedangkan untuk nama perguruannya ISIM itu rasanya kurang sesuai apabila ia kaitkan dengan nama nama jurus yang menggunakan bahasa jawa asli. Untuk itu sang ayah minta kesabanran beberapa saat dalam menentukan nama yang sesuai jurus jurus yang terkandung di dalamnya.
Pada saat itu, Pak Ijip bersemedi memohon kepada Yang Maha Pencipta selama tujuh hari. Setelah turun dari semedi, ia kumpulkan seluruh putra putrinya dan di jelaskan apa yang telah ia peroleh ketika bersemedi melalui wisik (bhs jawa). Ternyata nama yang sesuai adalah "BADAI" singkatan dari Bela Diri Anak Indonesia artinya : Aiiran seni bela diri asli peninggalan budaya nenek moyang bangsa Indonesia.
Oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, siapapun tidak diijinkan untuk merubah nama tersebut. Seminggu kemudian. setelah ia berhasil memberi nama perguruan seperti tersebut di atas, ia sowan lagi kepada Sang guru Al-Mukarrorn Kyai di Malang untuk matur tentang hal itu. Alhamdulillah beIiau merestui atas perkasa Setyotjipto. Kirannya tidak berhenti sampai di situ saja. Sebelum pulang ke Sumberpucung. Kyai Alwi memberikan dua amanat kepada R. Setyotjipto. Pertama ia disuruh bersemedi di dalam kamar selama tujuh hari dan tak diperbolahkan untuk keluar dari kamar itu sebelum hari yang telah beliau tentukan.
Dan setelah berhasil R. Setyotjipto pun di tugaskan untuk menggembara dari pesisir ujung timur pulau jawa sampai pesisir selatan daerah Tulung Agung. Dan untuk tahap terakhir beliau harus mendaki pegunungan yang berada di daerah selatan Gunung Semeru. Tinggal di sana beserta seorang rekannya selama beberapa minggu. Setelah ia dan rekannya selesai melaksanakan amanat itu, kembalilah dua insan tersebut untuk menghadap kepada R.Kyai Alwi. Di sana mereka menceritakan segala sesuatu yang terjadi dalam perjalanan untuk melaksanakan amanat beliau dari awal hingga akhir, maka Al Mukharrom R. Kyai Alwi memberitahukan kepadanya, bahwa kelak di kemudian hari sepeninggal beliau, Bapak R.Setyotjipto di beri hak untuk mengamalkan / memberikan ilmu yang telah ia peroleh darinya hingga pada tingkatan paling akhir.
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah Sang Maha Pencipta, maka kedua insan tersebut pulang ke rumahnya masing-masing. Sejak saat itulah Bpk.Setyotjipto bertambah cepat dalam mengembangkan jurus jurus yang dimilikinya. Ajaran demi ajaran diberikan dan di sana sini mengalami beberapa kali modifikasi tehnik dan jurus, pada akhirnya terciptalah 17 jurus dasar, 8 macam gerak langkah dan 45 macam kunci dan disertai dengan jurus-jurus baku sebanyak 542 macam.
Dengan perkembangan pecak silat "BADAI" semakin lama semakin baik, tetapi administrasi masih belum memadai. Dipanggilah salah seorang murid yang bernama Zainal Arifin, walaupun sudah 8 tahun tidak aktif di dalam latihan, untuk membenahi administrasi oraganisasi. Sebagai seorang murid yang mengerti jasa sang guru atas jerih payah yang telah diberikan, maka datanglah si pemuda itu dengan ikalas untuk melaksanakan amanat yang diherikan kepadanya. Hasil pembenahan administrasi mengakibatkan dampak positif yaitu : pertama pada bulan april 1984 "BADAI" diakui sebagai anggota IPSI Cabang Kabupaten Daerah Tingkat II MALANG.
Dan di luar negeri bertambah lagi satu cabang di Suriname, Amerika Selatan, setelah cabang-cabang "BADAI" yang ada di benua Eropa. Dan akhirnya pada tanggal 8 Agustus 1987 pukul 03.30 dini hari Guru Besar PSN "BADAI" telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa dan seluruh warga "BADAI" di tinggaIkan untuk selama — lamanya. Namun sesuai dengan ajaran-ajaran yang telah diberikan oleh almarhum warga "BADAI" tetap pada pendirian untuk melanjutkan perjuangan dalarn rangka mengembangkan Pencak Silat Nasional "BADAI" sampai akhir. dan kini sudah berkembang pesat di Belanda, Suriname, Indonesia.